Bisnis Online Oriflame Cosmetics Indonesia

Kamis, 31 Maret 2011

Apakah Tuan Seorang Malaikat?

Aku berjalan cepat menyusuri jalan setapak di samping gedung perkantoran yang akan kudatangi. Parkiran dihalaman kantor itu penuh hingga aku harus memarkir di jalanan seberang.
"Sudah pukul 14.15, janjian meeting dengan klienku kurang 15 menit lagi," batinku sambil melirik gelisah pada jam di tangan kiriku. Aku paling benci telat.
Tiba-tiba, bruk, kaki kiriku tersandung sesuatu, tas kerjaku terjatuh namun untungnya aku masih sempat menyeimbangkan tubuhku sehingga tidak sampai terjatuh.
Dengan cepat, aku menoleh ke sebelah kiri ketika mendengar suara mengaduh. Seorang anak lelaki kecil tampak kesakitan berusaha bangkit berdiri, ia menatapku dengan pandangan mata ketakutan sambil berkata lirih, "Maafkan aku Tuan".
Wajahnya coklat berkeringat, tampak rona kelelahan dan ketakutan terpancar diwajahnya.
Ternyata anak kecil inilah penyebab aku tersandung. Sepertinya dia sedang duduk di pinggir jalan setapak itu saat aku lewat, dan karena terburu-buru aku tidak melihatnya.
Aku menatap tajam pada anak itu, rasanya ingin memarahinya karena menyebabkan aku tersandung dan tas kerja mahalku menjadi lecet. Waktuku juga semakin sempit.
Namun setelah memperhatikan pakaiannya yang lusuh dan tubuh kecilnya yang terlihat kotor, aku mengurungkan niat untuk menegurnya. Dengan tergesa aku memungut tas kerjaku lalu kembali berjalan mengejar waktu menuju kantor klienku.
Aku terus berjalan, namun tiba-tiba pandangan mata anak itu muncul dipikiranku, aku berusaha menepisnya tapi pandangan mata itu terus menggangguku. Dengan penasaran aku menoleh kebelakang, dan tampak olehku anak itu kembali duduk dipinggiran jalan.
Aku menghela nafas panjang dan memutuskan menghampiri anak kecil itu, lalu bertanya padanya dengan pelan, "Apa yang kamu lakukan di sini?".
Anak itu menengadahkan wajahnya dan menjawab, "Sedang beristirahat Tuan".
"Seharian saya mengumpulkan barang-barang bekas" lanjutnya.
"Kenapa kamu tidak pulang ke rumahmu?" tanyaku lagi.
"Saya tidak punya rumah Tuan, saya tinggal di tempat penampungan, saya masih harus mengumpulkan barang-barang bekas lagi sebelum gelap." urainya.
Aku berjongkok dan tanpa ragu memegang tangannya yang kotor dan mengajaknya berdiri.
"Kamu pasti belum makan, ayo kita cari tempat makan." ajakku padanya.
Dia lalu berdiri, menatapku dengan tidak percaya, lalu berjalan di sampingku sambil memegang kantung plastik hitam yang berisi barang-barang yang berhasil dikumpulkannnya hari ini.
"Biarlah meeting hari ini tidak jadi," batinku sambil melirik anak kecil itu yang terus berdiam diri.
Kami menemukan sebuah warung, dan selanjutnya anak itu makan dengan lahapnya di hadapanku.
Sesekali aku bertanya tentang kehidupannya. Setelah menghabiskan makanannya, wajahnya mulai tampak segar.
Anak itu lalu berdiri dan menari kursinya mendekat padaku.
Dia lalu berbisik," Tuan, apakah Tuan seorang malaikat?".
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?" aku balik bertanya.
"Tadi aku sangat kelaparan, sehingga tidak dapat berjalan, makanya aku duduk di pinggiran jalan. Aku bilang pada Tuhan bahwa aku sangat lapar." jelas anak itu.
Aku tertegun mendengar penjelasannya.
Saat itu juga aku mengucap syukur dalam hati pada Tuhan, yang telah memberi kesempatan bagiku untuk menjadi tangan kanan-Nya menolong anak kecil ini. Seorang anak kecil yang harus berjuang menghadapi kerasnya kehidupan, yang setiap hari seringnya hanya dapat makan 1 kali sehari.
Aku juga bersyukur karena memilih untuk mendengarkan kata hatiku, mendahulukan anak ini di bandingkan bertemu klien.
Terima kasih, Tuhan.

Dahsyatnya Bersyukur.

Seorang ibu muda mengeluh pada sahabatnya. Dia mengalami kekosongan dan kehampaan dalam hatinya. Setiap hari dia merasa hidupnya semakin tidak berarti.
Tekanan yang dia rasakan itu begitu kuat sehingga pikirannnya selalu terpusat pada hal-hal yang negatif. Dia sudah mengikuti beberapa seminar, mendegangkarkan khotbah-khotbah tapi semua itu tidak bisa menolongnya.
Sahabatnya berkata, "Hendaknya setiap malam sebelum tidur kamu mengucap syukur atas hari yang telah berhasil kamu lewati, dan saat bangun di pagi hari kamupun harus mengucap syukur untuk hari yang baru yang telah dihadiahkan Tuhan bagimu. Tatkala beraktifitas, jika ada pikiran-pikiran negatif yang muncul. katakan lah bahwa kamu mensyukuri setiap hal yang terjadi dalam hidupmu baik susah maupun duka dan tidak akan mengeluh serta menolak segala pikiran negatif."
"Belajarlah untuk mengingat ataupun melihat hal-hal kecil yang indah yang pastinya sering kamu alami, namun mungkin terlewatkan karena perasaan negatif yang menguasaimu." lanjut sahabatnya memberi nasihat.
Sebulan kemudian, si ibu muda kembali mengunjungi sahabatnya, dan menceritakan bahwa hidupnya telah berubah, meskipun pada awalnya dia merasa tidak mampu untuk terus menerus mengucap syukur namun dia belajar untuk mendisiplinkan diri dan terus berusaha agar setiap saat semakin banyak ucapan syukur yang bisa terucap dari mulutnya dan yang timbul di hatinya. Sekarang dia kembali memiliki semangat dalam menjalani hidup dan mampu melihat hal-hal indah yang sebenarnya sangat banyak dianugerahkan Tuhan dalam hidupnya. Life is beautiful, itulah pandangannya sekarang.
Ucapan syukur memiliki kuasa yang besar untuk mengubah hidup setiap orang, karena di saat kita bersyukur berarti kita menerima segala rancangan Tuhan dalam hidup kita. Tidak perlu diragukan lagi bahwa Tuhan memiliki rancangan yang indah bagi umat-Nya, Dia tidak mungkin merancang hal-hal yang buruk.
Apa yang terlihat ataupun yang kita rasakan tidak baik dan memberi tekanan dalam hidup kita saat ini, sebenarnya untuk mengingatkan agar kita bersiap untuk menuju level hidup yang lebih tinggi. Jika kita sanggup melewatinya maka level hidup yang baru menjadi milik kita. Saya menggambarkan kondisi tersebut seperti seorang murid yang harus melalui ujian terlebih dahulu agar dapat naik kelas. Nah, senjata yang Tuhan berikan agar kita dapat melewati ujian itu adalah ucapan syukur.
Sungguh, ucapan syukur merupakan senjata yang sangat dahsyat karena menghubungkan kita pada perasaan sukacita, bahagia, damai sejahtera, memberikan kesembuhan dan lebih luar biasa lagi tatkala hidup ini dipenuhi rasa syukur maka pintu-pintu berkat akan terbuka bagi kita semua.

Malu Bertanya Sesat Di Jalan.

Pernahkah Anda menyadari, bahwa seringkali kita malu untuk memperjelas sesuatu dengan bertanya. Rasa malu itu timbul karena kita tidak ingin terlihat bodoh di hadapan orang lain, atau karena kita merasa sudah mengerti.
Cerita berikut ini, mungkin akan membantu kita mengatasi rasa malu itu;
Seorang pemuda desa yang baru menginjakkan kakinya di Surabaya, berdiri di halte bus dengan wajah yang tampak kebingungan. Beberapa kali dia melirik pada seorang pedagang asongan yang berdiri sekitar 3 meter di dekatnya, namun dia berpikir akan memalukan jika pedagang asongan itu mengetahui dia berasal dari desa. Atau mungkin saja dia akan dibohongi atau di tipu. Namun karena tidak ada cara lain, akhirnya dia menghampiri pedagang asongan itu.
 "Numpang tanya bang, saya mau ke kebun binatang, bus apa yang bisa membawa saya ke sana?" tanya pemuda itu.
"Naik aja bus no 32" jawab si pedagang asongan.
Si pemuda desa mengangguk seakan memahami, namun sebenarnya dia masih bingung dengan penjelasan yang diberikan. Lalu dia memutuskan untuk tidak bertanya lagi.
1 jam kemudian si pedagang asongan melihat si pemuda desa masih berdiri di depan halte, ia lalu menghampirinya.
"Kok masih di sini?" tanya pedagang itu.
"Iya bang, bus yang lewat masih 25 bus, kurang 7 bus lagi bang." si pemuda desa menjawab tenang.
Jangan pernah malu untuk bertanya.

Selasa, 29 Maret 2011

Besi Tua Menjadi Pisau.

Ketika melewati sebuah rumah kecil di suatu pagi, seorang pemuda tertegun mendapati seorang ibu tua di halaman rumah tersebut yang sedang mengasah sebatang besi di atas sebuah batu.
Untuk beberapa saat sang pemuda terus memperhatikan kegiatan si ibu tua, yang tampak begitu serius menekuni pekerjaannya. Si ibu tua hanya berhenti  mengasah saat mengusap peluh yang membanjir di wajahnya.Tangannya yang kecil dan keriput terlihat mantap mengasah besi.
Setelah satu jam berlalu, pemuda itu lalu beranjak pergi menuju kebunnya. Matahari terasa makin tertarik, namun saat melirik ke belakang, tampak si ibu tua tetap tekun mengasah besi di tangannya.
"Ah, kenapa aku hanya memiliki kebun sekecil ini." gumam si pemuda ketika telah sampai dikebunnya.
Ia memperhatikan kebunnya dengan rasa malas dan bosan yang begitu tampak di rona wajahnya.
Alih alih bekerja menggarap kebunnya, si pemuda malaah memilih duduk termenung sambil menyadarkan tubuhnya pada sebatang pohon.
Terik sinar matahari siang yang mengenai tubuhnya, menyadarkan si pemuda dari tidurnya.
"Duh, malah ketiduran di sini." kata si pemuda pada dirinya sendiri.
Bergegas dia bangun, mengangkat peralatan kerjanya hendak pulang. Rasa malas dan bosan semakin menggerogoti hatinya.
Ketika melewati rumah si ibu tua, pemuda itu terkejut melihat si ibu tua masih saja mengasah besi tua. Dengan rasa penasaran yang tak tertahankan akhirnya dia menghampiri ibu tua.
"Ibu, apa yang Anda lakukan?" tanya si pemuda.
"Tidakkah kamu lihat?, aku sedang mengasah besi tua ini."  jawab si ibu.
"Kenapa ibu bersusah payah sepanjang hari mengasah besi tua itu?" tanya si pemuda lebih lanjut.
"Aku hendak menajamkan besi tua ini, dan menjadikannya sebuah pisau." si ibu menjawab pelan tanpa berhenti mengasah.
"Mau di asah sampai kapan bu? Besi tua ini begitu tebal, ibu akan menghabiskan banyak waktu untuk menajamkannya." si pemuda terus bertanya dengan perasaan heran.
"Walaupun tebal namun cepat atau lambat, besi tua ini akan menjadi tajam nak. Asalkan saya terus mengasahnya, maka besi ini akan menjadi pisau yang sangat tajam." jawab si ibu.
Si pemuda tertegun, matanya menatap besi tua di tangan si ibu, sesaat dia seakan melihat besi tua itu telah berubah menjadi tajam. Lalu si pemuda tersadar dan segera beranjak dari tempat itu kembali menuju kebunnya.
Cerita ini mengajak kita untuk dapat bersyukur akan apa yang kita miliki, sekecil apapun itu. Asalkan kita tekun, mau kerja keras, pantang menyerah, kreatif dan selalu berpikir positif, maka yang kecil itu akan menjadi besar.
Segala hal dapat kita capai jika kita memiliki niat yang besar dan bersungguh-sungguh mengejarnya.

Rahasia Rio

Tangan Danny bergetar memandang gambar di secarik kertas gambar yang ada di tangannya. Kertas itu tampak kusut karena bekas lipatan. Danny mengusap airmatanya, dia sedikit tersedu berusaha menahan kepedihan hatinya.
Di sebelah kirinya, Anita, istrinya terisak-isak, pudaknya dirangkul saudara perempuannya yang terus berusaha menenangkan Anita. Kedua tangan Anita memegang sesosok tubuh kecil yang terbaring kaku di atas ranjang rumah sakit, sambil sesekali menggoyang tubuh kecil itu.
"Rio, maafkan mama. Rio, bangun nak. Mama janji akan menemani Rio setiap saat. Bangun nak, ayo bangun, jangan tinggalkan mama. Rio...." Anita menjerit kecil.
Danny menoleh pada istrinya dan berkata, "Sudah ma, kita harus merelakan kepergian Rio. Dia sudah tenang di surga."
"Ini salah kita pa, ini salah kita, mama tidak sanggup ditinggalkan Rio. Apa yang harus mama perbuat sekarang? Untuk apa semua yang kita miliki ini, semua tidak berarti tanpa Rio. Mama akan melepaskan semua ini jika Rio kembali." Anita menangis tersedu sambil menatap mata suaminya.
Danny tidak sanggup melihat tatapan mata istrinya yang sarat dengan duka. Dia mengerti isi hati istrinya, karena perasaan menyesal yang dalam juga dirasakannya saat ini.
"Rio, papa juga mohon maaf nak" isaknya sambil memeluk tubuh Rio.
Beberapa orang kerabat dan sahabat yang juga berada di ruang kamar salah satu rumah sakit elit di Jakarta itu, terisak sedih, ikut hanyut dalam kepedihan yang dirasakan Danny dan Anita.
Kembali Danny membuka kertas gambar di tangannya, tampak goresan lukisan khas anak kecil yang memperlihat gambar seorang anak kecil laki-laki yang sedang berdiri, tangan kanan anak kecil itu memegang tangan sesosok pria dan tangan kirinya memegang tangan sesosok wanita. Dibawah gambar itu tampak tulisan tangan Rio, "Rio kangen bersama papa dan mama".
Kali ini Danny tidak dapat membendung tumpahan airmatanya. Tumpahan airmata penyesalan yang dia tahu tidak berguna lagi karena Rio sudah kembali ke surga.
Danny teringat, sejak Rio berusia 2 tahun hingga di akhir hidupnya di usia 5 tahun, ia dan Anita tidak memiliki waktu yang banyak untuk menemani Rio. Mereka sangat sibuk dengan bisnis  masing-masing yang mereka rintis. Bisnis mereka memang berkembang sangat pesat bahkan sampai ke luar pulau, yang menyebabkan merekapun sering terbang ke luar pulau.
Setahun terakhir ini, saat mereka hendak keluar rumah Rio selalu merengek, memohon agar papa mamanya mau menemaninya, alasan Rio ia merasa tidak badan. Danny dan Anita berpikir itu hanya cara Rio saja untuk menarik perhatian orang tuanya. Memang setiap pulang rumah, mereka sering membelikan hadiah dan permainan yang sangat banyak bagi Rio, sebagai penutup rasa bersalah.
Beberapa kali dalam setahun terakhir, ke dua orang baby sitter yang menjaga Rio mengabarkan kalau Rio sering demam. Namun mereka pun merasa itu hanya hal biasa, yang mungkin disebabkan Rio terlalu banyak bermain.
Hingga 10 hari yang lalu, Rio terpaksa dilarikan ke rumah sakit, karena mengalami demam tinggi dan sesak nafas. Danny dan Anita saat itu baru mulai berpikir bahwa anak mereka mungkin mengidap penyakit yang serius. Dan kekhawatiran mereka terbukti, Rio di diagnosa mengidap Leukimia.
Sesaat Danny menghela nafas panjang, dia melirik ke arah Anita yang tampak masih sangat terpukul sedang memeluk jasad Rio.
Sesekali ia mendengar isakan tangis Anita yang memanggil-manggil nama Rio.
Rio terlambat mendapatkan pertolongan, setiap hari kadar trombosit dalam tubuhnya terus menurun. Danny dan Anita akhirnya memutuskan untuk menemani Rio setiap detik, karena walaupun sedang sakit parah namun Rio sangat menikmati kebersamaan mereka. Setiap bangun pagi, dia selalu berkata, "Papa dan mama tidak meniggalkan Rio kan hari ini? Rio senang sekali".
Suatu hari saat botol infusnya harus di ganti, perawat tampak kesulitan menusukkan jarum di lengan Rio, Rio terlihat sangat kesakitan, Danny yang tidak tega melihat hal itu lantas memeluk Rio dan berkata, "Jangan takut ya, papa ada di sini".
"Rio kuat kok pa, Rio selalu kuat saat papa ada".
Saat-saat menemani Rio menjalani perawatan selama di rumah sakit, adalah saat-saat yang menyadarkan Danny dan Anita bahwa mereka sangat mencintai Rio dan mereka takut kehilangan Rio. Mereka tahu bahwa harta berlimpah yang mereka miliki akan menjadi tidak berarti jika Rio harus pergi meninggalkan mereka.
Namun Tuhan berkehendak lain, tadi, pagi pagi sekali sekitar jam 6.30 Rio terlihat sangat pucat, Danny dan Anita yang hendak mencari sarapan akhirnya tidak jadi meninggalkan Rio karena Rio terus merengek meminta mereka menunda untuk keluar, ingin menceritakan suatu rahasia katanya.
Saat itu Anita dengan lembut mengusap kepala Rio dan bertanya, " Rio ingin cerita apa sayang?"
Rio tersenyum dan menjawab, "Ini rahasia Rio ma..., tapi Rio malu cerita pada papa dan mama".               
"Tidak apa sayang, papa dan mama mau kok dengerin rahasia Rio" timpal Danny.                                      Rio lalu bercerita, "Tiap malam sebelum tidur Rio selalu berdoa agar papa dan mama di beri banyak uang, agar tidak usah cari uang lagi"
"Juga saat mama pergi, Rio sering masuk ke kamar mama, Rio minta pada suster untuk bermain di atas kasur mama, karena kalau main di situ, Rio merasa papa dan mama ikut main bersama Rio, mama gak marah kan?" lanjutnya.
"Sekarang Rio tahu, Tuhan sudah menjawab doa Rio. Rio pengen cepat pulang agar bisa main bersama papa dan mama." kata Rio dengan nafas yang agak tersengal.
Danny dan Anita menitikkan airmata mendengar cerita Rio. Mereka tidak tahu harus berkata apa, hanya penyesalan besar yang makin tumbuh di hati mereka.
Satu jam kemudian tubuh Rio mengalami kejang. Danny dan Anita sangat panik. Rio akhirnya meninggalkan mereka.
Danny mengusap airmatanya, berusaha menegarkan kembali hatinya, paling tidak dia dan Anita telah memberikan 10 hari yang berarti bagi Rio.
Selamat tinggal Rio sayang.....

Waktu adalah hal yang berharga yang tak dapat dinilai dengan materi, karena waktu adalah penyerahan utuh hati kita bagi keluarga, entah itubagi anak, saudara ataupun orang tua yang sedang membutuhkan kita.

Minggu, 27 Maret 2011

Kisah Anjing Korban Tsunami Jepang Yang Setia Mengasihi Sesamanya.

Tentu masih segar dalam ingatan kita peristiwa gempa berskala 8,9 richter di Jepang yang memicu gelombang tsunami setinggi 10 meter lebih di hari Jumat, 11 Maret 2011. Akibat tsunami tersebut beberapa kota di Jepang telah rusak berat.Hingga saat ini peristiwa tersebut masih meninggalkan luka yang mendalam di hati warga Jepang maupun para pendatang yang sedang berdomisili di sana saat kejadian berlangsung.
Ada ribuan cerita yang terlahir dari peistiwa tersebut, namun dari sekian banyak cerita yang muncul ada satu hal yang luar biasa yang saya saksikan melalui NHK World. Dua orang reporter yang sedang melakukan pengambilan gambar pasca tsunami di daerah Arahama, Jepang, secara tidak sengaja merekam seekor anjing yang terlihat kotor, seakan menyadari kehadiran ke dua reporter, anjing itu kemudian berlari pelan menuju tempat ke dua reporter berada, di lehernya tampak menggantung kalung dari plat besi atau mungkin juga tembaga yang menunjukkan bahwa ia bukan anjing liar. Saat didekati terlihat jelas sorot matanya yang tertangkap kamera tampak kebingungan dan seolah meminta pertolongan. Lalu dengan setengah berlari anjing itu berbalik menuju tempat yang dipenuhi oleh puing-puing berserakan, ternyata di situ ada seekor anjing lain yang sedang terbaring tak berdaya.
Dua orang reporter itu sangat terkejut, karena sungguh suatu keajaiban melihat seekor anjing dapat selamat dari bahaya tsunami, bahkan luar biasanya lagi, anjing itu memiliki seekor teman yang terbaring lemah tapi tidak ditinggalkannya. Kamera terus saja merekam adegan selanjutnya dimana anjing itu lalu duduk di dekat anjing yang sakit seolah-olah menjaganya, lalu terlihat anjing yang sakit itu mengangkat kepalanya dan hal yang ajaib menurut saya terjadi lagi, anjing itu mengangkat kaki kiri depannya dan menyentuh kepala anjing yang sakit seperti mengelusnya.
Hati saya sungguh tersentuh dengan adegan-adegan yang ditunjukkan oleh anjing itu, meskipun hewan namun bagi saya ia memiliki naluri kemanusiaan yang tinggi.
Kisah ini menunjukkan betapa besar arti kesetiakawanan, seorang kawan tidak akan meninggalkan sahabatnya yang sedang mengalami musibah, bahkan akan ikut menolong dan menjaga.
Jadilah setia.!!!

Seberapa Besar Rasa Sayangmu Pada Mama?

Fransisca menatap ketiga anaknya yang sedang makan malam dengan begitu lahapnya. Mungkin karena cuaca yang dingin sehingga ketiganya begitu bersemangat makan sambil berceloteh satu sama lain.
"Mama kok gak ikut makan?" tanya si sulung David, sambil menatap heran pada mamanya.
"Nunggu papa pulang yah?" lanjutnya.
"Iya, papamu pulang 1 jam lagi, nanti mama makan bareng papa" jawab Fransisca pada David yang menginjak usia 20 tahun.
"Michelle, lauknya di tambah yah?" tanya Fransisca pada anak perempuannya yang terlihat hampir menghabiskan seluruh isi piringnya.
Secepat kilat Michelle menarik piringnya ke dadanya, khawatir akan di isi oleh mamanya tanpa persetujuannya, "Nggak ma, Michelle udah kenyang", "Anak perempuan gak boleh terlalu banyak makan" lanjut Michelle yang telah berusia 18 tahun itu sambil tersenyum manis. Lalu Michelle berdiri sambil memegang peralatan makannya hendak menuju dapur.
Si bungsu Daniel, 11 tahun, juga terlihat sudah selesai melahap semua makanannya. Sesaat sebelum ia berdiri dari kursinya, Fransisca berdiri dan meraih piring Daniel, dan berkata "Biar mama aja yang bawa ke dapur".
"Asyik, punya David juga yah ma" David menimpali dan menyodorkan piringnya pada Fransisca.
Sesaat kemudian saat ke ruang tamu, Fransisca melihat ketiga anaknya sibuk dengan kegiatan masing-masing. David terlihat serius menekan tuts laptopnya yang diletakkan di meja ruang tamu, Michelle di sofa terlihat asyik memainkan hpnya , dan si bungsu Daniel sedang menggambar sesuatu sambil berbaring di karpet.
Fransisca lalu duduk di sisi Michelle, dan sambil memegang tangan Michelle ia bertanya. "Michelle, seberapa besar rasa sayang kamu pada mama?" suaranya terdengar pula oleh David dan Daniel.
Dengan sigap Michelle menjawab, "Sedalam samudra Hindia!", sambil mencium mamanya.
"Kalau David setinggi gunung Himalaya, ma!" timpal David dengan mantap.
Mata Fransisca lalu tertuju pada Daniel, dan dengan lembut bertanya, "Kalau Daniel gimana?".
Daniel melirik pada kedua kakaknya, yang ternyata kembali sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing, lalu dengan pelan Daniel menjawab, "Gak tahu ma, Daniel nggak ngerti", lalu tertunduk lesu.
Melihat Daniel yang tampaknya menyesal karena tidak bisa memberi jawaban seperti kedua kakaknya, Fransisca kembali berkata dengan lembut sambil tersenyum, "Gak apa-apa, yang penting kamu sayang mama".
15 menit berlalu, tiba-tiba Fransisca bersuara, "Kepala mama sakit nih, tolong pijat......"
Tanpa melepaskan pandangan matanya dari laptop Daniel berkata, "Belum selesai nih ma, masih chatting sama teman-teman".
"Michelle juga lagi balas sms dari teman-teman nih ma, membahas persiapan acara olah raga sekolah". Michelle angkat suara.
Tiba-tiba suara riang Daniel terdengar , "Daniel aja yang pijat kepala mama......" serunya sambil menyusun dengan cepat alat-alat gambarnya dan berlari kecil ke arah belakang sofa menuju mamanya. Dengan penuh semangat Daniel memijit kepala mamanya. Wajahnya terlihat sangat bahagia.
David dan Michelle tertegun melihat adik mereka.
"Sebesar inilah rasa sayang Daniel pada mama!" kata Daniel dengan senyum bahagia, sambil menatap kedua mata kakak-kakaknya.
Fransisca tersenyum bahagia mendengar kata-kata Daniel.
David dan Michelle menghampiri Fransisca, memeluk mama mereka tanpa bersuara. Fransisca tersenyum pada mereka, ia tahu, itulah cara kedua anaknya untuk memohon maaf.
Teman, rasa sayang tidak dapat di ukur dengan apapun juga, kasih sayang hanya dapat dirasakan melalui tindakan saat orang yang kita cintai membutuhkan kita.

Sabtu, 26 Maret 2011

Senyuman Hee Ah Lee

Ijinkan saya memperkenalkan seorang gadis remaja yang menarik perhatian saya karena senyumannya. Senyumannya yang tulus memancarkan semangat, harapan dan kepercayaan diri yang begitu tinggi. Dia adalah Hee Ah Lee, seorang pianis dari Korea Selatan yang menjadi perhatian dunia karena permainan pianonya di tengah keterbatasan fisik yang dia miliki.
Saya mengenalnya melalui sebuah buku yang berjudul "A Four Fingered Pianist - A Diary Of He Ah Lee". Ah Lee lahir tahun 1985 dari seorang ibu bernama Woo Kap Sun, seorang ibu teladan yang mencintai anak perempuannya sepenuh hati, meski dari sejak dalam kandungan dia mengetahui kalau anaknya akan terlahir cacat..
Hee Ah Lee merupakan penderita penyakit lobster claw syndrome yang mengakibatkan kedua tangannya hanya memiliki empat jari berbentuk seperti capit udang (dua jari di tangan kanan, dua jari di tangan kiri), tanpa telapak tangan. Kakinya pun hanya sebatas lutut.
Beruntung Ah Lee memiliki seorang ibu yang luar biasa tangguh dan bijaksana, ibunya mendidik Ah Lee sejak kecil untuk tidak melihat pada keterbatasan fisiknya, ia bahkan mendorong Ah Lee untuk berlatih piano secara serius.
Karena kaki yang hanya sebatas lutut, maka saat latihan  Ah Lee menggunakan piano dengan pedal yang di design khusus untuk memudahkannya menginjak pedal piano, meskipun demikian saat-saat latihan tersebut tidak mudah diljalani oleh Ah Lee, kadang ia merasa putus asa dan tertekan dengan keadaannya namun  ibunya selalu memberi semangat dan anjuran untuk lebih giat berlatih lagi dan tidak boleh patah semangat. Ah Lee juga mempunyai semboyan dalam hidupnya, yaitu "Berusaha melakukan yang terbaik sampai akhir!."
Anda tentu dapat membayangkan betapa sulitnya berlatih piano dengan kondisi fisik tersebut. Namun bagi Ah Lee dan ibunya, itulah "harga yang harus mereka bayar" untuk menciptakan dunia yang indah bagi Ah Lee. Tak terhitung berapa banyak biaya, tenaga, peluh keringat dan tetesan air mata yang mereka harus keluarkan untuk mewujudkan impian tersebut. Mereka terus berjuang.
Sekarang dunia telah mengenal Ah Lee melalui permainan pianonya yang hebat. Ia bisa memainkan karya-karya dari komposer besar seperti Franz Schubert, Mozart, Chopin dan karya-karya dari komposer-komposer besar lainnya. Ia mendapat banyak penghargaan atas keterampilan bermain piano dan sering melakukan konser di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Ah Lee bahkan pernah tampil bersama pianis kenamaan dunia Richard Clayderman di Gedung Putih, Amerika Serikat.
Ah Lee dan ibunya telah berhasil mengubah hidup mereka dan juga hidup banyak orang diseluruh dunia melalui karya dan tentu saja kisah hidup mereka yang luar biasa. Ah Lee adalah bintang yang bersinar di hati dunia.
Saat melihat foto-foto Ah Lee, saya selalu kagum padanya karena di setiap penampilannya baik itu di panggung, saat wawancara ataupun saat melakukan aksi amal dia selalu tersenyum. Terima kasih Ah Lee untuk perjuangan dan senyumanmu yang telah mengubah dunia.

Puisi Ah Lee,
Jariku hanya empat.
Lutut adalah telapak kaki bagiku.
Kenapa bentukku seperti ini, yah?
Senangnya andai aku juga punya tangan dan    
kaki yang sama dengan yang lain.
Aku sering menangis kalau melihat
bentukku yang seperti ini.
Tapi sekarang aku bisa hidup lebih senang.
Walau bentukku berbeda dengan yang lain.
Tapi aku juga punya mimpi yang sama dengan kalian.
Aku akan berusaha meraih mimpiku.....
Selamanya......
(Puisi di kutip dari "A Four Fingered Pianist - A Diary Of He Ah Lee")

Cobaan Hidup Mendatangkan Kemenangan

Sahabat saya, seorang penyanyi dan penulis lagu-lagu rohani yang saat ini sedang naik daun, beberapa saat yang lalu bercerita tentang kisah di balik salah satu lagunya yang sangat hits. Lagu ini di buat berdasarkan kisah dari seorang gadis, teman sekolah sahabat saya itu, yang diperkosa oleh ayah kandungnya sendiri.
Peristiwa tersebut menimbulkan luka yang sangat dalam bagi si gadis, sehingga membuat jiwanya terganggu dan akhirnya di pasung.
Singkat cerita, suatu saat gadis tersebut dapat melepaskan diri dari pasungannya, dan hanya satu yang ada dipikirannya yaitu membunuh ayahnya yang telah menghancurkan kehidupan anak kandungnya sendiri.
Namun tatkala keinginan membunuh itu semakin tidak tertahankan, gadis tersebut tiba-tiba merasakan suatu urapan kasih yang begitu besar dan ia sadar bahwa itu adalah kuasa Ilahi, kuasa adikodrati yang membuat ia menangis karena sadar bahwa jika Allah Yang Maha Kasih selalu memberi pengampunan pada setiap umat-Nya, maka dia pun harus bisa mengampuni perbuatan ayahnya. Akhirnya ia memilih untuk mengampuni sang ayah.
Saya sangat bersyukur dapat mendengar dan menyelami kisah yang luar biasa ini, karena saya pun sering mengalami masa-masa sukar, namun kisah tersebut selalu dapat membuat saya bangkit, membuat saya kembali bersemangat untuk melihat arti kehidupan yang sebenarnya. Saya belajar untuk tidak melihat pada masalah yang saya hadapi, tetapi melihat apa kehendak Tuhan dalam hidup saya. Tuhan Yang Maha Kasih pasti menginginkan yang terbaik bagi semua umat-Nya, DIA tak akan membiarkan pencobaan yang terjadi melebihi kekuatan kita.
Seringkali kita menghadapi masa masa sulit dalam hidup ini, masa-masa yang penuh tekanan yang menimbulkan stres, depresi dan putus asa. Beberapa orang mengambil langkah untuk tetap bertahan menghadapi masa-masa tersebut, namun tidak sedikit yang menyerah. Saatnya bagi kita untuk belajar bahwa pengalaman-pengalaman menyakitkan yang sedang kita alami bukanlah suatu kutukan, tetapi pengalaman-pengalaman tersebut berpotensi mendatangkan kebaikan. Pengalaman-pengalaman itulah yang membentuk pribadi kita menjadi pribadi-pribadi yang tangguh dan hebat, pribadi seorang PEMENANG.
Si gadis dalam cerita di atas, adalah seorang PEMENANG. Bagi saya dia adalah PEMENANG SEJATI.
Yakinlah bahwa apapun cobaan Anda saat ini, suatu saat akan menjadi kisah yang inspiratif, akan menjadi kisah yang membangun, yang dapat membuat keluarga, sahabat dan orang-orang disekitar Anda menjadi kuat dalam menghadapi tantangan hidup, dengan demikian Anda pun dapat melahirkan PEMENANG-PEMENANG sejati melalui kisah Anda.

Jumat, 25 Maret 2011

Sahabatku, Jangan Menyerah.

Dari jauh terlihat sosoknya berjalan cepat menuju food court Tunjunga Plaza 3, kita memang janjian di sini. Tanpa sadar aku tersenyum melihatnya berjalan begitu percaya diri, dengan tinggi sekitar 137cm dan meskipun menggunakan sepatu berhak 12cm, dia tetap tampak mungil seperti anak kecil berusia 8-10 thn. Tubuhnya berbalut busana kerja berwarna coklat muda dengan sampiran tas berwarna senada di bahu kiri. Aku melihat beberapa pasang mata melirik ke arahnya, lalu tersenyum. Mungkin pikiran mereka sama denganku, "dia masih kecil, kok mengenakan seragam kerja". Tapi sungguh hebat, entah karena sudah terbiasa atau memang dasarnya cuek, dia terus berjalan dengan kepala tegak dan tidak sedikitpun tampak terganggu.
Kemarin dia menelpon aku, "Besok ada waktu jam 4 sore gak? aku mau curhat", katanya.
Ada apa lagi dengannya?, batinku, tapi aku memutuskan untuk bertemu dengannya.
Dia berdiri tepat dihadapanku sekarang, tersenyum seiring dengan nafas yang agak tersengal, menarik sebuah kursi, duduk dengan manis. Kami berbasa basi sejenak, lalu dia mulai bercerita, tentang kesulitan kesulitan yang dia hadapi di pekerjaannya sebagai seorang marketing.
Sesaat sebelum ceritanya berakhir, aku sempat melihat matanya berkaca kaca namun dengan cepat dia menarik nafas dalam dalam dan tersenyum lebar. Inilah yang aku kagumi dari dia, senyumannya tidak menghilang saat masalah datang. Empat tahun aku mengenalnya, banyak persoalan hidup yang harus dia pikul, dan aku tahu kadang persoalannya itu teramat berat, namun dia selalu mampu tersenyum. Dia perempuan yang tangguh.
Usia 2 tahun ditinggal pergi oleh ayahnya, dia bersama adik perempuannya hanya dibesarkan oleh ibunya yang bekerja sebagai pegawai toko biasa. Saat menginjak dewasa dia menyadari bahwa pertumbuhan badannya tidak seperti teman temannya, hingga usia 33 tinggi badannya hanya 137cm. Tapi sejarah hidup dan keadaan dirinyanya tidak membuat dia putus asa untuk meraih impian dan cita citanya.
Sorot matanya yang tajam menembus dinding dinding hatiku, saat dia berkata, "Jangan bosan mendengar keluh kesahku, aku butuh teman yang dapat membantuku menjadi kuat saat aku lemah, memberi nasehat saat aku tidak melihat harapan. Aku sungguh sungguh butuh masukan".
" Aku harus mencari cara untuk tetap dapat berdiri bahkan berlari, aku mau terus berlari meskipun banyak tantangan. Pilihanku hanya satu, aku harus berhasil, tahun depan aku harus beli rumah buat mama dan adikku, agar kami tidak perlu kost di tempat yang berbeda" lanjutnya, sambil sekuat tenaga menahan runtuh airmatanya.
Aku terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Aku tahu selama ini dia berjuang sekuat tenaga agar dapat hidup layak dan tidak diremehkan oleh orang lain. Dan...dia sungguh sungguh berjuang.
"Aku mau memberikan yang terbaik buat mama, membalas kebaikannya, walaupun mama tidak pernah meminta. Dan aku tidak mau itu terlambat", bersamaan dengan ucapan terakhirnya itulah airmatanyapun tumpah.
Sejenak aku menatapnya, mencoba mengatur nafas karena saat itu tiba tiba dadaku terasa sesak, sesak oleh rasa bangga padanya; akan kasihnya yang begitu besar, akan perjuangannya yang tak pernah berhenti, sesak karena ada suatu keyakinan yang tiba tiba menyeruak dari hatiku bahwa dia akan sukses, menjadi "orang besar" dengan tubuh yang mungil , keyakinan yang membuat aku tidak dapat menahan diri untuk tersenyum lebar dan berkata, " Sahabatku, jangan menyerah".
Pertemuan selama 70 menit tersebut meninggalkan kesan yang begitu mendalam di hatiku. Perjuangan hidup terbesar adalah perjuangan untuk menembus batas, melewati sekat penghalang untuk mencapai tempat yang kita inginkan.
Setiap orang berhak mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya tanpa memandang darimana dia berasal atau bagaimanakah kondisi dirinya. Teruslah berjuang, jika mata jasmanimu belum melihat tempat tujuanmu maka bukalah mata hatimu dan lihat sebenarnya kakimu telah berpijak disitu, Jangan menyerah!!!

Banyak dari kita yang memiliki impian, harapan, dan cita-cita. Semua menginginkan yang terbaik dalam hidupnya, namun berapa banyak yang mampu meraihnya? 
Pemenang selalu hanya sedikit karena merekalah orang-orang yang terus mengejar impiannya walau harus melewati rintangan yang seringkali sangat berat.
Jangan menyerah. 

Aku, Seekor Burung Kecil dan Tuhan

Saat pulang rumah jam 8 malam, dekat tanaman pot depan jendela ada suara mencicit-cicit, setelah aku tengok ternyata ada seekor burung. 
Ia berusaha terbang saat aku hendak memegangnya, namun terjatuh lagi di halaman. Mungkin ia terluka, pikirku. Lalu aku coba memegangnya lagi (ada perasaan takut juga ), namun ia diam, aku elus, ia masih diam dan tetap diam saat aku angkat, ajaib sekali.
Burung itu masih kecil. Aku terus mengelus dan ajak berbicara, "Tenang yah, jangan takut". 
Ia tetap tenang di telapak tanganku saat aku membawa masuk ke rumah, tidak lagi berusaha terbang. It"s miracle. 
Burung kecil itu sepertinya baru berlajar terbang dan saat malam kesasar gak bisa balik alias nyasar. Aku bilang padanya, lebih baik di dalam rumah karena tetangga sebelah pelihara kucing hahaha (memang benar).
Beberapa saat kemudian aku ingin memasukkannya ke keranjang, mungkin ia mengerti akan di kurung hingga tiba tiba ia mengepakkan sayapnya dengan kencang dan terbang, aku mengejarnya, ia terus terbang berpindah pindah tempat, dan akhirnya hinggap di teralis tangga (rumah sudah dalam keadaan tertutup).    Aku menghampirinya sambil berkata "Tenang..tenang..hanya sementara kamu berada dalam kurungan itu, itu tempat untuk berlindungmu malam ini, besok kamu sudah boleh berpetualang lagi saat pagi sudah datang.".. Wahhhhh dia mau aku raih, lalu aku masukkan ke keranjang.
Habis mandi, aku nonton tv sambil melihat burung kecil tsb, sesekali dia mencicit. 
Tiba-tiba terlintas dalam benakku satu hal; seringkali kita ingin "terbang" meraih apa saja yang kita inginkan, berpetualang melintasi ruang dan waktu, melakukan perkara perkara yang luar biasa, tapi kita tidak mendapatkan semua itu karena ternyata kita masih "kecil"; belum berpengalaman-masih labil, sayap kita masih "lemah"; belum mampu terbang tinggi sehingga sulit menghindar jika ada bahaya , saat itulah tangan TUHAN menghampiri-memberi pertolongan-menahan kita sementara waktu agar tidak ada bahaya yang mengancam. TUHAN selalu setia menemani di saat kita belajar. Tapi kadang kita tidak mempercayai-NYA, kita berpikir akan terus "dikurung" tidak diberi kesempatan terbang tinggi.
DIA pasti ingin kita terbang tinggiiii...tapi setelah kita "besar" berwawasan luas-berjiwa besar-berbesar hati-siap menghadapi segala sesuatu. Dia ingin kita terbang tinggiiii...tapi jika sayap kita sudah "kuat"; kuat melintasi badai-kuat menggapai awan-kuat menghadapil lawan.....seperti seekor RAJAWALI.
Tuhan tak tega membiarkan kita berjalan dalam kelemahan kita, karena DIA Tuhan Yang Maha Kasih. DIA tahu yang terbaik bagi anak-anak-Nya.
Bahkan saat kita sudah "besar" dan sudah memiliki sayap yang "kuat" ,DIA pasti tetap setia menemani, tidak sedetikpun meninggalkan kita.
Saat menulis ini, aku ditemani oleh burung kecil itu (heran juga dia kok gak tidur tidur yah padahal sdh pukul 12.10 malam, kelihatannya dia gak sabar menanti esok).
Pagi yang menyedihkan, rasanya gak rela melepaskan burung kecil itu terbang, tapi ia butuh kebebasan untuk mengenal dunianya. 

Thanks God untuk pengalaman yang luar biasa ini.