Tangan Danny bergetar memandang gambar di secarik kertas gambar yang ada di tangannya. Kertas itu tampak kusut karena bekas lipatan. Danny mengusap airmatanya, dia sedikit tersedu berusaha menahan kepedihan hatinya.
Di sebelah kirinya, Anita, istrinya terisak-isak, pudaknya dirangkul saudara perempuannya yang terus berusaha menenangkan Anita. Kedua tangan Anita memegang sesosok tubuh kecil yang terbaring kaku di atas ranjang rumah sakit, sambil sesekali menggoyang tubuh kecil itu.
"Rio, maafkan mama. Rio, bangun nak. Mama janji akan menemani Rio setiap saat. Bangun nak, ayo bangun, jangan tinggalkan mama. Rio...." Anita menjerit kecil.
Danny menoleh pada istrinya dan berkata, "Sudah ma, kita harus merelakan kepergian Rio. Dia sudah tenang di surga."
"Ini salah kita pa, ini salah kita, mama tidak sanggup ditinggalkan Rio. Apa yang harus mama perbuat sekarang? Untuk apa semua yang kita miliki ini, semua tidak berarti tanpa Rio. Mama akan melepaskan semua ini jika Rio kembali." Anita menangis tersedu sambil menatap mata suaminya.
Danny tidak sanggup melihat tatapan mata istrinya yang sarat dengan duka. Dia mengerti isi hati istrinya, karena perasaan menyesal yang dalam juga dirasakannya saat ini.
"Rio, papa juga mohon maaf nak" isaknya sambil memeluk tubuh Rio.
Beberapa orang kerabat dan sahabat yang juga berada di ruang kamar salah satu rumah sakit elit di Jakarta itu, terisak sedih, ikut hanyut dalam kepedihan yang dirasakan Danny dan Anita.
Kembali Danny membuka kertas gambar di tangannya, tampak goresan lukisan khas anak kecil yang memperlihat gambar seorang anak kecil laki-laki yang sedang berdiri, tangan kanan anak kecil itu memegang tangan sesosok pria dan tangan kirinya memegang tangan sesosok wanita. Dibawah gambar itu tampak tulisan tangan Rio, "Rio kangen bersama papa dan mama".
Kali ini Danny tidak dapat membendung tumpahan airmatanya. Tumpahan airmata penyesalan yang dia tahu tidak berguna lagi karena Rio sudah kembali ke surga.
Danny teringat, sejak Rio berusia 2 tahun hingga di akhir hidupnya di usia 5 tahun, ia dan Anita tidak memiliki waktu yang banyak untuk menemani Rio. Mereka sangat sibuk dengan bisnis masing-masing yang mereka rintis. Bisnis mereka memang berkembang sangat pesat bahkan sampai ke luar pulau, yang menyebabkan merekapun sering terbang ke luar pulau.
Setahun terakhir ini, saat mereka hendak keluar rumah Rio selalu merengek, memohon agar papa mamanya mau menemaninya, alasan Rio ia merasa tidak badan. Danny dan Anita berpikir itu hanya cara Rio saja untuk menarik perhatian orang tuanya. Memang setiap pulang rumah, mereka sering membelikan hadiah dan permainan yang sangat banyak bagi Rio, sebagai penutup rasa bersalah.
Beberapa kali dalam setahun terakhir, ke dua orang baby sitter yang menjaga Rio mengabarkan kalau Rio sering demam. Namun mereka pun merasa itu hanya hal biasa, yang mungkin disebabkan Rio terlalu banyak bermain.
Hingga 10 hari yang lalu, Rio terpaksa dilarikan ke rumah sakit, karena mengalami demam tinggi dan sesak nafas. Danny dan Anita saat itu baru mulai berpikir bahwa anak mereka mungkin mengidap penyakit yang serius. Dan kekhawatiran mereka terbukti, Rio di diagnosa mengidap Leukimia.
Sesaat Danny menghela nafas panjang, dia melirik ke arah Anita yang tampak masih sangat terpukul sedang memeluk jasad Rio.
Sesekali ia mendengar isakan tangis Anita yang memanggil-manggil nama Rio.
Rio terlambat mendapatkan pertolongan, setiap hari kadar trombosit dalam tubuhnya terus menurun. Danny dan Anita akhirnya memutuskan untuk menemani Rio setiap detik, karena walaupun sedang sakit parah namun Rio sangat menikmati kebersamaan mereka. Setiap bangun pagi, dia selalu berkata, "Papa dan mama tidak meniggalkan Rio kan hari ini? Rio senang sekali".
Suatu hari saat botol infusnya harus di ganti, perawat tampak kesulitan menusukkan jarum di lengan Rio, Rio terlihat sangat kesakitan, Danny yang tidak tega melihat hal itu lantas memeluk Rio dan berkata, "Jangan takut ya, papa ada di sini".
"Rio kuat kok pa, Rio selalu kuat saat papa ada".
Saat-saat menemani Rio menjalani perawatan selama di rumah sakit, adalah saat-saat yang menyadarkan Danny dan Anita bahwa mereka sangat mencintai Rio dan mereka takut kehilangan Rio. Mereka tahu bahwa harta berlimpah yang mereka miliki akan menjadi tidak berarti jika Rio harus pergi meninggalkan mereka.
Namun Tuhan berkehendak lain, tadi, pagi pagi sekali sekitar jam 6.30 Rio terlihat sangat pucat, Danny dan Anita yang hendak mencari sarapan akhirnya tidak jadi meninggalkan Rio karena Rio terus merengek meminta mereka menunda untuk keluar, ingin menceritakan suatu rahasia katanya.
Saat itu Anita dengan lembut mengusap kepala Rio dan bertanya, " Rio ingin cerita apa sayang?"
Rio tersenyum dan menjawab, "Ini rahasia Rio ma..., tapi Rio malu cerita pada papa dan mama".
"Tidak apa sayang, papa dan mama mau kok dengerin rahasia Rio" timpal Danny. Rio lalu bercerita, "Tiap malam sebelum tidur Rio selalu berdoa agar papa dan mama di beri banyak uang, agar tidak usah cari uang lagi"
"Juga saat mama pergi, Rio sering masuk ke kamar mama, Rio minta pada suster untuk bermain di atas kasur mama, karena kalau main di situ, Rio merasa papa dan mama ikut main bersama Rio, mama gak marah kan?" lanjutnya.
"Sekarang Rio tahu, Tuhan sudah menjawab doa Rio. Rio pengen cepat pulang agar bisa main bersama papa dan mama." kata Rio dengan nafas yang agak tersengal.
Danny dan Anita menitikkan airmata mendengar cerita Rio. Mereka tidak tahu harus berkata apa, hanya penyesalan besar yang makin tumbuh di hati mereka.
Satu jam kemudian tubuh Rio mengalami kejang. Danny dan Anita sangat panik. Rio akhirnya meninggalkan mereka.
Danny mengusap airmatanya, berusaha menegarkan kembali hatinya, paling tidak dia dan Anita telah memberikan 10 hari yang berarti bagi Rio.
Selamat tinggal Rio sayang.....
Waktu adalah hal yang berharga yang tak dapat dinilai dengan materi, karena waktu adalah penyerahan utuh hati kita bagi keluarga, entah itubagi anak, saudara ataupun orang tua yang sedang membutuhkan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar