Dari jauh terlihat sosoknya berjalan cepat menuju food court Tunjunga Plaza 3, kita memang janjian di sini. Tanpa sadar aku tersenyum melihatnya berjalan begitu percaya diri, dengan tinggi sekitar 137cm dan meskipun menggunakan sepatu berhak 12cm, dia tetap tampak mungil seperti anak kecil berusia 8-10 thn. Tubuhnya berbalut busana kerja berwarna coklat muda dengan sampiran tas berwarna senada di bahu kiri. Aku melihat beberapa pasang mata melirik ke arahnya, lalu tersenyum. Mungkin pikiran mereka sama denganku, "dia masih kecil, kok mengenakan seragam kerja". Tapi sungguh hebat, entah karena sudah terbiasa atau memang dasarnya cuek, dia terus berjalan dengan kepala tegak dan tidak sedikitpun tampak terganggu.
Kemarin dia menelpon aku, "Besok ada waktu jam 4 sore gak? aku mau curhat", katanya.
Ada apa lagi dengannya?, batinku, tapi aku memutuskan untuk bertemu dengannya.
Dia berdiri tepat dihadapanku sekarang, tersenyum seiring dengan nafas yang agak tersengal, menarik sebuah kursi, duduk dengan manis. Kami berbasa basi sejenak, lalu dia mulai bercerita, tentang kesulitan kesulitan yang dia hadapi di pekerjaannya sebagai seorang marketing.
Sesaat sebelum ceritanya berakhir, aku sempat melihat matanya berkaca kaca namun dengan cepat dia menarik nafas dalam dalam dan tersenyum lebar. Inilah yang aku kagumi dari dia, senyumannya tidak menghilang saat masalah datang. Empat tahun aku mengenalnya, banyak persoalan hidup yang harus dia pikul, dan aku tahu kadang persoalannya itu teramat berat, namun dia selalu mampu tersenyum. Dia perempuan yang tangguh.
Usia 2 tahun ditinggal pergi oleh ayahnya, dia bersama adik perempuannya hanya dibesarkan oleh ibunya yang bekerja sebagai pegawai toko biasa. Saat menginjak dewasa dia menyadari bahwa pertumbuhan badannya tidak seperti teman temannya, hingga usia 33 tinggi badannya hanya 137cm. Tapi sejarah hidup dan keadaan dirinyanya tidak membuat dia putus asa untuk meraih impian dan cita citanya.
Sorot matanya yang tajam menembus dinding dinding hatiku, saat dia berkata, "Jangan bosan mendengar keluh kesahku, aku butuh teman yang dapat membantuku menjadi kuat saat aku lemah, memberi nasehat saat aku tidak melihat harapan. Aku sungguh sungguh butuh masukan".
" Aku harus mencari cara untuk tetap dapat berdiri bahkan berlari, aku mau terus berlari meskipun banyak tantangan. Pilihanku hanya satu, aku harus berhasil, tahun depan aku harus beli rumah buat mama dan adikku, agar kami tidak perlu kost di tempat yang berbeda" lanjutnya, sambil sekuat tenaga menahan runtuh airmatanya.
Aku terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Aku tahu selama ini dia berjuang sekuat tenaga agar dapat hidup layak dan tidak diremehkan oleh orang lain. Dan...dia sungguh sungguh berjuang.
"Aku mau memberikan yang terbaik buat mama, membalas kebaikannya, walaupun mama tidak pernah meminta. Dan aku tidak mau itu terlambat", bersamaan dengan ucapan terakhirnya itulah airmatanyapun tumpah.
Sejenak aku menatapnya, mencoba mengatur nafas karena saat itu tiba tiba dadaku terasa sesak, sesak oleh rasa bangga padanya; akan kasihnya yang begitu besar, akan perjuangannya yang tak pernah berhenti, sesak karena ada suatu keyakinan yang tiba tiba menyeruak dari hatiku bahwa dia akan sukses, menjadi "orang besar" dengan tubuh yang mungil , keyakinan yang membuat aku tidak dapat menahan diri untuk tersenyum lebar dan berkata, " Sahabatku, jangan menyerah".
Pertemuan selama 70 menit tersebut meninggalkan kesan yang begitu mendalam di hatiku. Perjuangan hidup terbesar adalah perjuangan untuk menembus batas, melewati sekat penghalang untuk mencapai tempat yang kita inginkan.
Setiap orang berhak mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya tanpa memandang darimana dia berasal atau bagaimanakah kondisi dirinya. Teruslah berjuang, jika mata jasmanimu belum melihat tempat tujuanmu maka bukalah mata hatimu dan lihat sebenarnya kakimu telah berpijak disitu, Jangan menyerah!!!
Kemarin dia menelpon aku, "Besok ada waktu jam 4 sore gak? aku mau curhat", katanya.
Ada apa lagi dengannya?, batinku, tapi aku memutuskan untuk bertemu dengannya.
Dia berdiri tepat dihadapanku sekarang, tersenyum seiring dengan nafas yang agak tersengal, menarik sebuah kursi, duduk dengan manis. Kami berbasa basi sejenak, lalu dia mulai bercerita, tentang kesulitan kesulitan yang dia hadapi di pekerjaannya sebagai seorang marketing.
Sesaat sebelum ceritanya berakhir, aku sempat melihat matanya berkaca kaca namun dengan cepat dia menarik nafas dalam dalam dan tersenyum lebar. Inilah yang aku kagumi dari dia, senyumannya tidak menghilang saat masalah datang. Empat tahun aku mengenalnya, banyak persoalan hidup yang harus dia pikul, dan aku tahu kadang persoalannya itu teramat berat, namun dia selalu mampu tersenyum. Dia perempuan yang tangguh.
Usia 2 tahun ditinggal pergi oleh ayahnya, dia bersama adik perempuannya hanya dibesarkan oleh ibunya yang bekerja sebagai pegawai toko biasa. Saat menginjak dewasa dia menyadari bahwa pertumbuhan badannya tidak seperti teman temannya, hingga usia 33 tinggi badannya hanya 137cm. Tapi sejarah hidup dan keadaan dirinyanya tidak membuat dia putus asa untuk meraih impian dan cita citanya.
Sorot matanya yang tajam menembus dinding dinding hatiku, saat dia berkata, "Jangan bosan mendengar keluh kesahku, aku butuh teman yang dapat membantuku menjadi kuat saat aku lemah, memberi nasehat saat aku tidak melihat harapan. Aku sungguh sungguh butuh masukan".
" Aku harus mencari cara untuk tetap dapat berdiri bahkan berlari, aku mau terus berlari meskipun banyak tantangan. Pilihanku hanya satu, aku harus berhasil, tahun depan aku harus beli rumah buat mama dan adikku, agar kami tidak perlu kost di tempat yang berbeda" lanjutnya, sambil sekuat tenaga menahan runtuh airmatanya.
Aku terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Aku tahu selama ini dia berjuang sekuat tenaga agar dapat hidup layak dan tidak diremehkan oleh orang lain. Dan...dia sungguh sungguh berjuang.
"Aku mau memberikan yang terbaik buat mama, membalas kebaikannya, walaupun mama tidak pernah meminta. Dan aku tidak mau itu terlambat", bersamaan dengan ucapan terakhirnya itulah airmatanyapun tumpah.
Sejenak aku menatapnya, mencoba mengatur nafas karena saat itu tiba tiba dadaku terasa sesak, sesak oleh rasa bangga padanya; akan kasihnya yang begitu besar, akan perjuangannya yang tak pernah berhenti, sesak karena ada suatu keyakinan yang tiba tiba menyeruak dari hatiku bahwa dia akan sukses, menjadi "orang besar" dengan tubuh yang mungil , keyakinan yang membuat aku tidak dapat menahan diri untuk tersenyum lebar dan berkata, " Sahabatku, jangan menyerah".
Pertemuan selama 70 menit tersebut meninggalkan kesan yang begitu mendalam di hatiku. Perjuangan hidup terbesar adalah perjuangan untuk menembus batas, melewati sekat penghalang untuk mencapai tempat yang kita inginkan.
Setiap orang berhak mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya tanpa memandang darimana dia berasal atau bagaimanakah kondisi dirinya. Teruslah berjuang, jika mata jasmanimu belum melihat tempat tujuanmu maka bukalah mata hatimu dan lihat sebenarnya kakimu telah berpijak disitu, Jangan menyerah!!!
Banyak dari kita yang memiliki impian, harapan, dan cita-cita. Semua menginginkan yang terbaik dalam hidupnya, namun berapa banyak yang mampu meraihnya?
Pemenang selalu hanya sedikit karena merekalah orang-orang yang terus mengejar impiannya walau harus melewati rintangan yang seringkali sangat berat.
Jangan menyerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar