Tiada hal yang paling membahagiakan hati seorang petani, kecuali tiba saatnya menuai. Saat menuai adalah waktu yang indah bagi petani menikmati jerih payahnya setelah melewati masa menabur, memberi pupuk, dan merawat dengan sepenuh hati. Ada kalanya petani harus gigit jari jika mereka gagal panen, namun sebagai petani yang baik, mereka akan kembali menabur atau menanam dengan harapan jika saatnya tiba mereka akan jadi petani yang sukses.
Demikian pula dengan kita, kita adalah petani-petani dalam bidang yang berbeda, pekerjaan yang kita tekuni saat ini adalah ladang kita untuk menuju kesuksesan. Setiap hari kita menabur bibit kerja yang maksimal, melakukan yang terbaik yang kita bisa. Pupuknya adalah ketekunan, semangat, hati yang gembira dan harapan. Namun jika ternyata hingga saat ini kita belum menuai, bersabarlah, itu menandakan masa menuai kita belum tiba. Bukankah semua ada masanya?
Mungkin sebagian dari kita akan bertanya, "Bukankah seorang petani sungguhan, pasti tahu masa tuai dari tanamannya? Lalu bagaimana dengan saya, di bidang saya tidak dapat diprediksi kapan saatnya untuk saya berhasil."
Ingatlah bahwa seorang petani yang paling sukses sekalipun tidak akan pernah selamanya dapat menuai, dari hasil taburannya. Tapi karena mereka terus menabur maka ada waktu pula bagi mereka memetik hasil. Tentu kita masih ingat betapa hancurnya perasaan para petani cabai disekitar Gunung Merapi yang tidak dapat menuai akibat meletusnya Gunung Merapi. Saat ini juga ramai diberitakan bahwa di Probolinggo, ulat bulu menyerang kurang dari 60 ribu hektar lahan pertanian yang ditanami 8.500 pohon mangga di sembilan kecamatan. Adanya wabah ini tentu berakibat kegagalan panen bagi sejumlah petani. Kita hanya perlu melakukan tugas kita dengan baik dan benar, apapun hasilnya jangan melihat saat ini karena mungkin masih mengecewakan.
Kisah dari seorang "Petani", yang memulai usahanya di usia 60 tahun lebih berikut ini dapat kita jadikan pelajaran yang berharga. "Petani" ini walaupun sudah berusia lanjut tidak meremehkan kemampuannya untuk mulai melakukan usaha dengan cara menawarkan gagasannya ke banyak restoran. Beliau menawarkan resep sekaligus menunjukkan cara memasak ayam yang enak dengan harapan akan menerima royalti dari gagasan dan pengajarannya itu. Tercatat 1000 kali bahkan lebih beliau di tolak. Dengan mobil bututnya beliau keliling Amerika selama beberapa tahun tanpa kenal menyerah. Perjuangan yang tidak mudah untuk orang seusia beliau. Tapi pada akhirnya dia berhasil. Sekarang siapa yang tidak mengenal "Kentucky Fried Chicken"? dan Kolonel Sanders sang "Petani" sukses itu. Hasil "ladang" Kolonel Sanders saat ini juga dapat dinikmati oleh anak cucunya. Bayangkan jika beliau menolak untuk menabur kembali saat gagal panen yang ke 999, kehidupan anak cucunya belum tentu seindah saat ini bukan?
Teruslah menabur, memupuk dan tetap percaya bahwa segala sesuatu akan indah pada waktunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar